Mahasiswa baru. Itulah julukan untukku saat itu. Aku terkadang berpikir sudah pantaskah aku mendapat panggilan mahasiswa. Aku merasa saat itu aku masih belum siap dipanggil “seorang mahasiswa”. Maha?..Wah..berat juga mendengar awal kata nya “Maha”. Tapi aku yakin , aku bisa menjalani hari-hariku di kampusku nanti.
Masa Orientasi saat itu terkenal dengan sebutan OSPEK. Sudah aku niatkan dalam hati. Aku tidak ingin terlambat. Perjalanan dari rumah ke kampusku sangat jauh. Hari itu seisi rumah ikut sibuk mempersiapkan hari pertamaku. Aku ke kampus naik angkutan umum dengan segala perlengkapan yang harus kubawa.
Setibanya di kampus. Krisis percaya diriku mulai muncul. Kucoba untuk melawan krisis itu, dan aku berhasil. Ku sapa seseorang yang sedang duduk-duduk di teras masjid. Dimulai dengan perkenalan nama sampai ke alamat rumah. Hmm..orangnya ramah dan cantik. Akhirnya aku semakin dekat dengannya.
Nama lengkapku Ade Yani Setiawati. Aku biasa dipanggil Ade. Temanku bernama Asih Ningtyas,panggilannya Asih. Baru saja kami berkenalan, kami sudah seperti teman lama.
Kulihat jam ditanganku. “Wah,sudah waktunya kita berkumpul di lapangan,”ajakku pada Asih. Asih terlihat kaget seraya berkata,”Ayo, De, jangan sampai kita terlambat.” Lalu kita bergegas ke lapangan yang jaraknya tidak begitu jauh dari lapangan.
Ternyata sudah banyak mahasiswa baru berkumpul di sana. Kakak-kakak mahasiswanya pun sudah berkumpul di lapangan dengan berjaket almamater berwarna hijau. Hmm..mereka terlihat rapi dan ramah. Namun..saat itu kembali krisis percaya diriku kambuh..
Ya..begitulah dulu ketika mahasiswa, aku memang termasuk gadis yang pendiam, tidak banyak bicara. Aku memang selalu berpikir dulu jika ingin bicara.Aku takut apa yang kuucapkan tidak berkenan di hati orang yang kuajak bicara. Masa OSPEK buatku sangat berkesan. Aku belajar bergaul dengan orang-orang yang baru kukenal. Banyak teman dan ilmu yang kudapat saat itu. Yang paling berkesan adalah pada saat perkenalan setiap UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa)
Hmm..Ceritanya aku mulai dari rasa tertarikku pada kegiatan Pramuka.
Buatku Pramuka sudah tidak asing lagi.Karena aku sudah memahami bahwa di Pramuka aku akan belajar mandiri, disiplin waktu, bertanggungjawab dan banyak lagi. Akhirnya aku putuskan masuk Pramuka. Sebenarnya ada satu hal yang membuatku tertarik dengan Pramuka. Ya..kakak-kakak Pramuka itu terlihat ramah. Dimulai dari kulihat salah satu kakak Pramuka yang berpenampilan rapi. Namanya Kak Musa. Orangnya lucu, penuh kharisma, dan sopan. Ya, sudahlah akhirnya waktu itu kuputuskan untuk ikut Pramuka.
Masa orientasi sudah selesai. Saat itu kumulai masuk ke kelas baru dan kampus baru. Jadi waktu masa orientasi memang di kampus cabangnya..Sementara aku kuliah di kampus pusat, karena kebetulan jurusan yang kuambil yaitu jurnalistik ada di kampus pusat. Dan ternyata jaraknya lebih jauh dari kampus cabang.
Selama sepekan aku ke kampus diantar oleh ibuku. Asih temanku seringkali mengatakan,”Ade, daripada diantar ibumu terus lebih baik kost aja, malu lho, sama teman-teman masa kuliah diantar ibu, naik bus pula.” Kalimat Asih itu merupakan pelajaran buatku.Aku paham. Akhirnya Setelah sepekan aku putuskan untuk kost atas izin orang tuaku. Kuliah dengan kost jauh dari orang tua. Akhirnya bisa juga kujalani.
Hmm…kalau tidak salah kelasku di lantai dua kedua dari ujung.Temanku sudah semakin banyak. Sahabatku pun bertambah tidak hanya Asih, tapi juga ada Meli,Nuri, dan Tia. Teman-teman sekelasku orangnya asyik-asyik. Kami sering bercanda, walau aku hanya kebagian senyum saja..Maklum aku orangnya agak pemalu.
Jika saatnya dosen menjelaskan materi. Kami semua serius memperhatikan.Tapi..hmmm..sebetulnya ada satu hal yang kusembunyikan saat itu. Sudah beberapa hari ini aku sering melihat kakak tingkatku mondar-mandir di depan muka kelasku. Entah siapa yang dia cari. Hal itu sering terulang, hampir setiap hari.
Hmm..aku merasa, kakak itu memperhatikanku..karena selintas pernah aku lihat dia. Aku jadi teringat kembali saat itu mengikuti Pramuka dan kemping. Sepertinya saat kemping pun merasa ada yang memperhatikanku. Hmm..kayaknya..kali ini dugaanku tepat. Sebenarnya juga aku suka dengan gayanya yang apa adanya, lucu.
Ternyata sahabat terdekatku mulai bergerak. Meli mengatakan bahwa kakak itu sepertinya ada “sesuatu padaku”. Aku cuma tersenyum.. Sebetulnya aku tahu, bahwa kakak itu adalah Kak Musa,tapi aku pendam semua itu . Apalagi setelah ku perhatikan kakak itu sudah punya teman dekat namanya Kak Bunga.
Ada satu cerita yang pernah kualami dengan Kak Musa. Tempat kostku dan Kak Musa berdekatan.Jadi suatu hari pernah Kak Musa memberikan memo kepadaku yang isinya “Saya tunggu di halte”. Karena senangnya, sampai tak terpikir olehku bahwa halte di sekitar kampus itu banyak. Aku datang ke halte tapi Kak Musa tidak ada di halte itu Aku bingung, sampai tidak terpikir halte mana lagi yang akan ku datangi. Akhirnya aku kembali ke kost dengan kecewa. Keesokannya Kak Musa dan aku baru menyadari bahwa kesalahan ada di memo. Kak Musa kurang jelas menuliskan haltenya, halte mana?..Hmm..tapi mungkin Allah belum menghendaki pertemuan kami saat itu.Tapi sampai saat ini, aku tidak tahu apa maksud Kak Musa mengajakku bertemu di halte. Aku pun tidak berani menanyakannya.
Hmm..lucu juga kalau teringat masa itu…15 tahun yang lalu…
Sekarang aku sudah bekerja di salah satu stasiun TV di Jakarta. Sesuai dengan jurusanku saat kuliah yaitu jurnalistik. Kini ku bergelut di dunia pertelevisian. Wah, sudah waktunya aku harus bekerja, aku harus menemui salah satu nara sumber yang akan aku wawancarai hari ini..tapi aku belum tahu nama dan alamatnya. Aku lupa menanyakan pada Bosku. Menurut bosku, orang yang akan kuwawancarai ini seorang pemimpin sebuah yayasan pendidikan di Jakarta.
Ini hari Jumat. Setelah sholat Jumat aku harus menemui beliau. Sementara aku rapikan dulu perlengkapanku..untung baterai laptopku penuh. Sepertinya aku sudah siap..Tiba-tiba…”Mbak Ade, ada tamu?”teriak temanku Lena yang muncul dari pintu ruanganku. “Siapa?”aku balik tanya. Lena hanya mengernyitkan dahinya. Serentak aku keluar dari ruanganku.”Haah”. Aku terkejut. Kulihat seseorang yang pernah kukenal 15 tahun yang lalu ada didepanku. Kak Musa. Aku terdiam. Mukaku panas..Sepertinya memerah.
“Hmm..hmm…kaget,ya?”katanya. “Aduh kenapa kata-kata itu saja yang keluar dari mulutnya. “Apa kabar,Ade?”, Kak Musa mulai menyapaku. “Baik,Kak.” Maaf, kok kakak bisa tahu Ade ada di sini?”tanyaku penasaran.”Hmm..Siapa dulu dong, Musa?”katanya sambil tersenyum lebar.
“Tapi maaf ,Kak, aku sedang buru-buru. Aku ada janji dengan nara sumberku. Aku mau menemui Bos ku dulu untuk menanyakan nama dan alamatnya.” kataku dengan penuh rasa khawatir. Khawatir Kak Musa tersinggung dengan ucapanku. Tiba-tiba Bos ku datang menghampiriku. “Ade, jam berapa mulai wawancaranya? 30 menit lagi acara sudah on air,”kata Bos ku. “Aduh, maaf, Pak, bagaimana kalau Ade minta waktu, karena Ade belum ketemu nara sumbernya,” jawabku agak takut. Maklum Bos ku itu orangnya disiplin. “Lho,ini nara sumbernya sudah ada di depanmu, Bapak Musa ini sudah 1 jam menunggu di front office, harusnya kamu berterima kasih sudah dipermudah untuk bertemu dengan nara sumbernya,”kata Bos ku. Kak Musa hanya tersenyum. “Ayo,siapkan, De!” perintah Bos ku sambil pergi meninggalkan aku dan Kak Musa yang ternyata dialah narasumberku
Saat itu aku tak bisa berkata apa-apa. Kak Musa mengajak bersalaman dan tanpa menyentuhku..Hmm itu yang ku suka darinya. Dia sangat menghormati wanita. “Hmm..Ayo, De! Saya sudah siap diwawancara.” Katanya sambil tersenyum.
Kemudian aku bergegas menuju ruang on air bersama Kak Musa. Aku benar-benar tak menyangka ternyata pemimpin yayasan yang bergerak di bidang pendidikan dan sukses itu adalah Kak Musa. Mulailah aku wawancara sesuai dengan pekerjaanku. Syukurlah aku bisa menutupi debaran jantungku di layar kaca. Wawancara sudah selesai. Aku mengucapkan rasa terima kasihku pada Kak Musa, yang sudah datang lebih awal.
Tapi aku masih penasaran. Ku beranikan diri bertanya pada Kak Musa. “Kak, kenapa kakak langsung ke ruangan saya?” Kak Musa menjawab”Karena sejak lama kakak cari informasi tentang Ade.Akhirnya kakak tahu bahwa Ade kerja di salah satu stasiun TV. Hanya kakak tidak tahu nama stasiunnya. Suatu hari kakak dapat surat dari Stasiun TV ini bahwa kakak dimohon untuk menjadi narasumber dengan pewawancaranya bernama Ade Yani Setiawati. Kakak pun kaget mendengar nama itu. Tapi kakak yakin ini adalah Ade yang kakak cari selama 15 tahun lamanya..Hmmm..sayangnya kita bertemu dalam kondisi yang lain. Hmmm..kakak sekarang sudah berkeluarga dan punya anak,”cerita Kak Musa kepadaku. Aku tak bisa berkata apa-apa aku hanya terdiam. Hati bergetar. “Hmm..kenapa harus sekarang?”pikirku dalam hati.
“Ade, kakak sangat bersyukur masih diberi kesempatan untuk bertemu dengan Ade. Kakak senang bisa bertemu. Biarlah waktu yang berbicara, dan biarlah hati kita masing-masing yang berbicara.Baiklah ,De, kakak pamit. Sampai jumpa. Lain waktu kakak siap di wawancara lagi tapi..yang Ade yang mewawancarainya,hmm.. hmm..hmm,” ujarnya becanda.
Aku hanya mengucapkan terima kasih atas pertemuan yang tidak sengaja ini dan atas kerja samanya sehingga acara ku berjalan lancar. Rasa terima kasih itu aku ucapkan pada Kak Musa..Ya Kak Musa dengan ciri khasnya Hmm..Hmm..ya kata seruan itulah yang selalu dia ucapkan..Hmm.Hmmm. Kak Elang sudah pergi. Aku kembali ke ruang kerjaku. Aku duduk di kursiku..dan kulihat di mejaku ada secarik kertas putih berlipat. Aku ambil kertas itu dan kubuka. Di kertas itu tertulis “Ade jika ade ingin bertemu kakak lagi.. keluarlah dan lihatlah ke langit biru..ada Musa di sana..Hmm..Hmm..”
Setelah kubaca tulisan yang ada dalam kertas itu, tak terasa air mataku menetes ke atas kerta s itu.